“Markus!” kebingungan menyergapku bahkan terperangkap dalam keterpakuan. Tidak pernah lagi kusangka akan bertemu dengannya setelah setahun kami berpisah. Tiba-tiba bayangan mesra Markus menyeruak keluar saat tatapan kami tidak terlepas lagi, detik itu.
Hingar-bingar kemeriahan pesta penyambutan hari Valentine sepertinya tidak menganggu keberadaan kami. Sepertinya aku tersihir, merasakan dentum musik sebagai alunan musik klasik yang mengantarkan kenangan di antara kami. Hentakan kaki yang berpasang-pasang menjadi iringan lagu yang mendawai kerinduan.
“Grainne ...,” ia memanggilku sehingga meruntuhkan lamunanku.
Sesaat kami terdiam, tidak mengerti harus mengatakan apa. Hatiku bergejolak, ingin rasanya berlari ke dalam pelukannya. Tetapi rasa rinduku terenggut saat seorang gadis berjalan mendekati, mengajaknya berdansa. ARGH! Apa yang kamu harapkan GRAINNE! Kurutuk diriku sendiri. Tidak ada cinta yang datang dari Markus lagi. Semuanya telah berakhir ketika setahun lalu kukatakan, “kita putus.”
Lagi. Air mataku membentengi bola mataku, hampir menghancurkan dandananku sebelum seseorang menyodorkan tangannya padaku, “bolehkan saya berdansa denganmu, Grainne?” aku menengadah, tatapanku terpaku kepada sosok lelaki yang jauh lebih tinggi dariku. Kudekap mulutku.
@@@